BACKPACK TO MYANMAR (EPISODE 2)

1:50:00 AM

DAY 4


Long neck lady

Pukul 07.00
Seusai sarapan di hotel, pagi ini kami pun beranjak ke airport dengan menggunakan taksi yang kami pesan dari hotel. Pagi ini kami akan berpindah kota menuju Inle lake. Airport terdekat di Inle lake adalah Heho Airport. Letaknya sekitar 30 mil atau sekitar 1 jam perjalanan. Kami kembali menggunakan Air KBZ.






Pukul 09.00
Dan sekali lagi, karena Thingyan, taksi pun terbatas. Mau tak mau kami menyepakati harga taksi di atas harga biasanya (7 USD per orang). Di jalanan, tampak penduduk lokal bersuka cita dengan menyiram orang lain dengan pistol air maupun water canon. Mobil minivan yang kami tumpangi pun tak luput dari sasaran. Untungnya jendela kami tutup rapat.


Happy Thingyan...!!

Ada kejadian kurang menyenangkan yang kami alami di perbatasan Inle lake. Ketika membayar “Tourist Entrance Fee” 10 USD/orang di perbatasan Inle lake atau kota Nyaung Shwe, uang dollar yang kami serahkan ke petugas dianggap sudah rusak. Tapi entah siapa yang memberikan uang itu, karena di mobil ada 10 orang penumpang dan semuanya mengaku tidak memberikan uang rusak itu. Dugaan kami, petugas tersebut sengaja menukarkan uang kami dengan uang rusak yang ada di sakunya. Karena uang kami itu setelah dikumpulkan langsung dimasukkan ke loket tanpa kami lihat. Tapi ya sudahlah, lain kali lebih berhati-hati dengan transaksi dengan dollar. Dan karena alasan itu pula saya lebih memilih bertransaksi dengan uang lokal walaupun di beberapa Negara seperti Laos, Kamboja, Vietnam menerima dollar dalam jual beli.

Pukul 11.00
Kali ini kami sedikit salah memilih hotel dari segi lokasinya. Lokasinya terlalu jauh dari pusat kota, sekitar 3 mil atau 20 menit bersepeda. Hotel Brilliant namanya. Hotel yang terbilang baru ini memang bersih, kamarnya luas dan staffnya sangat helpfull. Yang istimewa dari hotel ini adalah breakfastnya. Kombinasi pancake, selai kacang, madu, omlete, cookies dan buah-buahan segar menjadi andalannya. Walau jauh dari downtown, namun pihak hotel menyediakan sepeda gratis dan di kamar terdapat lampu senter untuk menerangi jika malam tiba.

Setelah check in, kami langsung menuju pusat kota yang berada di samping sungai untuk mencari makan siang, Tujuan utama kami adalah Thanaka Garden, resto yang direkomendasikan trip advisor. Dan bukan tanpa perjuangan kami menuju ke sana. Sekali lagi, it’s thingyan bro…!! Haha… siraman air di sini lebih dahsyat karena airnya dari pegunungan dan sangat dingin…!

Walau lokasinya agak masuk ke perkampungan, ternyata makanan di Thanaka Garden memang sangat lezat. Beberapa menu dari tiga kali kunjungan kami kesana (Haha… doyan apa doyan..??), yang jadi favorit adalah Steamed Fish, ikan yang berukuran cukup besar ini dikukus dan dimasak dengan bumbu asam lemon, daun ketumbar, dan daun kemangi. Tomato soup-nya juga lumayan enak karena tomat merupakan komoditas utama di Inle lake. Ditambah complimentary berupa cemilan pembuka dan buah untuk penutup. Perfect!

Setelah makan siang, kami sempatkan diri menjajal pijat tradisional Myanmar. Rumah pijat yang dikelola satu keluarga ini cukup unik dari segi pemijatannya. Jangan pandang remeh anak tertua dari keluarga ini ketika sedang memijat saya. Penampilannya yang mirip anak punk membuat saya sempat ragu, tapi ternyata dia memang bisa memijat. Pada akhir pijatan badan saya dilumuri cairan yang merupakan campuran dari coconut oil, mint dan kayu putih. Badan yang tadinya dingin tkarena siraman air pun kini terasa hangat. Saya dilarang mandi malam ini agar toksin dalam tubuh keluar saat tidur.

Setelah melakukan penyegaran badan, kami menuju ke puppet dancing show yang merupakan pertunjukan tradisional Myanmar. Dan karena waktu pertunjukan yang masih lama, akhirnya kami malah ngobrol panjang lebar dengan master puppet yang bisa dibilang satu-satunya di inle lake. Kebetulan dia fasih berbicara dengan bahasa Inggris. Dari ceritanya, kami mengetahui bahwa bakatnya tersebut datang dari kakeknya. Dia pun memajang boneka yang telah berumur 50 tahun milik kakek nya untuk dijual dengan harga yang pantas. Sambil cerita, beliau menyuguhkan teh hijau hangat. Dia tunjukkan ke kami pula betapa susah mencari penonton saat ini. Pertunjukan semacam ini kurang mendapat respon yang baik dari masyarakat maupun pemerintah setempat. Padahal banyak turis asing yang menggemarinya. Dan kini master puppet seperti Mr. Aung ini makin sedikit jumlahnya di Myanmar…

Dengan diiringi lagu tradisional Myanmar, boneka puppet yang mirip dengan marionnete di Perancis ini menari dengan lincahnya di atas panggung. Di balik layar, terlihat Mr. Aung juga ikut menari bersamanya. Beberapa tokoh dia tampilkan dengan gaya jenakanya selama 30 menit. Sungguh sangat disayangkan jika pertunjukan ini bakal hilang beberapa tahun mendatang…



Steamed fish ala Thanaka Garden

Pijat Myanmar

Dancing puppet show


With Mr.Aung, The Puppet Master 



DAY 5

07.00
Hari ini kami menjadi turis. Agenda hari ini mengelilingi Inle Lake. Perahu sudah kami sewa sehari penuh dari hotel. Dari jam 8 pagi sampai jam 6 sore. Harga sewa perahu bervariasi tergantung jarak. Tinggal duduk manis, tukang perahu motor (jetty) akan membawa kami berkeliling. Inle lake merupakan danau terbesar di Myanmar. Wilayah ini juga menjadi pusat pertanian karena tanahnya yang subur. Suhu udara di Inle lake saat ini cerah sekali dan sedikit terik. Beberapa tempat yang kami kunjungi adalah:

Workshop

Tadinya kami enggan berkunjung ke workshop ini. Tapi seorang turis Eropa yang menginap satu hotel dengan kami berkata tidak ada ruginya bila berkunjung dan melihat. Katanya pula, mereka tidak akan memaksa kami untuk membeli barang mereka. Dan ternyata memang benar. Kami dibawa berkunjung ke beberapa workshop oleh si tukang perahu. Di antaranya adalah kerajinan perak, besi tempa, kayu, perahu, payung, gerabah, kain tenun dari daun teratai dan pembuatan rokok. Begitu singgah di workshop mereka yang terletak di rumah panggung di tepi danau, mereka akan menyambut dengan ramah dan menjelaskan proses produksinya. Setelah itu kita akan dibawa ke ruang pamerannya jika mau membeli barang produksi mereka sebagai souvenir. Tak membeli pun tak masalah. Beberapa workshop memiliki tempat yang unik yang memang ditujukan untuk turis, walau harganya memang lebih tinggi jika kita membeli di tempat lain. Di workshop ini pula kami bertemu dengan suku long neck yang memang ditujukan untuk tourist attraction.

Floating village

Kampung ini berada di tengah danau dengan rumah-rumah gaya panggung. Ada bangunan yang sederhana, ada pula yang bertingkat. Yang unik adalah cara mereka mendayung kano dengan mengaitkan dayung pada kaki dan posisi pendayung yang berada di ujung kano. Kano tersebut biasa mereka pakai untuk mencari ikan atau transportasi sehari-hari.

Floating garden

Tomat, timun, labu, anggur dan berbagai tanaman lain ditanam penduduk lokal dengan media air di tepi danau. Dengan menggunakan kano mereka keluar masuk mengurus kebun. Kebun yang sangat luas ini dikelola penduduk sebagai mata pencaharian utama mereka.

Phaung Daw Oo pagoda

Pagoda di tepi danau dengan warna putih dan kuning emas dan berukuran cukup luas ini sebagai tempat beribadah penduduk di sekitar inle lake.

Jumping cat monastery

Sekolah biksu ini berada di tepi danau dan berbentuk rumah panggung. Konon, dulunya beberapa biksu di tempat ini melatih kucing-kucing liar agar bisa melompati lingkaran besi layaknya binatang sirkus. Namun sekarang pertunjukan itu sudah tidak ada dan hanya namanya saja yang masih melekat.

Indein village

Gerimis tiba-tiba mulai turun di Inle lake. Namun cuaca tak menyurutkan kami meneruskan perjalanan ini. Akhirnya kami tiba di desa yang cukup menarik. Suasana sejuk dan rindangnya hutan bamboo menyambut kami. Di desa ini pula kami menemukan harga souvenir yang cukup murah. Namun di desa ini pula kami terpedaya oleh seorang biksu palsu.

Ketika sedang mencari jalan ke arah bukit di mana di tasnya terdapat kuil kuno, seorang biksu kecil menyapa kami dan menunjukkan arah. Wajahnya yang innocent membuat kami mengikutinya begitu saja. Sepanjang perjalanan kami sibuk memotret ekspresi lugu bocah ini sampai ke puncak bukit yeng berjarak sekitar 800 meter dari desa. Pemandangan di atas bukit ini terlihat luar biasa ditambah biksu kecil yang senantiasa bersedia untuk kami ambil gambarnya dengan berbagai pose. Eh ternyata, ketika turun bukit dia minta 5000 kyats. Hadeehhhh…


Ada kejadian menarik ketika mengunjungi Inle lake. Karena hujan yang makin deras, akhirnya kami berteduh di rumah si tukang perahu. Walau dengan bahasa Inggris yang terbatas, keluarga si tukang perahu dengan senang menyambut kami dan anak-anak mereka mencoba untuk berinteraksi dengan kami. Kehidupan sederhana, kebahagiaan dan keramahtamahan yang tulus membuat kami merasa nyaman. Hingga akhirnya kami pulang menyeberang danau dan menembus angin yang tiba-tiba berubah dingin setelah hujan turun..

Jetty boat
Cara mendayung khas nelayan inle lake

floating pagoda
salah satu kanal menuju workshop

pengrajin perak

suku long neck
kerajinan payung

kerajinan gerabah

pemintalan benang dari teratai
pengrajin besi tempa
rokok tradisional myanmar


old pagoda and little monk


floating garden
Jumping catr monastery

Sunset Inle lake
DAY 6

Pukul 08.00
Akhirnya selesai juga penjelajahan kami di Inle Lake. Saatnya balik ke Yangon! Dengan meemsan taksi dari hotel, kami beranjak menuju Heho airport. Perjalanan yang lumayan menegangkan, karena sepertinya driver kami kurang tidur karena Thingyan. Berkali-kali dia terlihat ngantuk dan membawa mobilnya dengan tidak stabil. Padahal jalanan menuju Heho melewati jalan yang berliku-liku dan jurang yang curam. Untungnya bisa samapai ke airport dengan selamat.

Perjalanan dari Heho ke Yangon kali ini menggunakan Asian Wings. Dengan pesawat baling-baling kami menempuh penerbangan selama 45 menit menuju Yangon. Di tengah perjalanan, tiba-tiba Krisdian punya ide lain. Yup, kami akan menghabiskan waktu seharian besok ke daerah Bago, 60 km dari pusat kota Yangon dan dilanjutkan berkeliling kota Yangon. Dan kebetulan taxi driver yang kami tumpangi dari airport ke hotel pun menyanggupinya dengan harga yang wajar (nama drivernya Kyaw Thu – 09254140261).

Pukul 11.00
Hotel Hninn Si Budget Inn yang kami sewa lewat Agoda berada di Botahtoung road, dekat dengan Botahtoung pagoda. Daerah ini memang terdapat banyak hotel berkelas backpacker, seperti halnya hotel di sebelah kami, Ocean Pearl hotel. Lingkungan yang mirip deretan ruko berlantai 6 ini memang ditujukan sebagai pusat bisnis di Yangon.

Kamar hotel memang sesuai dengan harganya. Dari Agoda kami dapat 300 ribu plus breakfast untuk triple bed, kamar mandi luar. Namun kebersihan hotel ini memang membuat para turis dari Asia dan Eropa nyaman untuk tinggal di sini.

Pukul 13.00
Yangon ternyata juga panas. Apalagi siang bolong begini. Suara gagak yang berterbangan di udara menggema di lorong jalanan. Terik matahari tiada lelah menyinari kami yang tengah berjalan kaki menuju Sule Pagoda. Kira-kira 45 menit dari hotel akhirnya kami tiba di kawasan Sule Pagoda. Pagoda kuning emas yang menjulang inggi dan megah ini berada di antara city hall dan independence monument. Sambil menunggu sore, kami duduk-duduk di independence monument park sambil mengamati orang-orang sekitar. Ternyata sore pun terik matahari tak kunjung hilang. Akhirnya kami melangkah menuju Botahtoung pagoda, yang terletak di selatan hotel kami. Area Botahtoung pagoda ternyata sangat ramai karena ada pasar di dekatnya. Akhirnya kami memutuskan untuk sekedar nongkron dan mencicipi street food di area pasar. Es tebu plus lemon, gorengan ala india, peyek udang kami beli dan kami makan di bawah rindangnya pohon sembari menanti malam…



DAY 7

07.00
Dengan mobil taksi jenis Suzuki karimun mungil warna biru milik Mr. Thu, kami berangkat menuju Bago. Perjalanan menempuh jarak sekitar 60 km dengan waktu 2 jam perjalanan. Selama perjalanan, kami melihat pickup yang digunakan sebagai angkutan umum, bus-bus tua yang masih bagus kondisinya, dan becak ala Myanmar yang unik.

Beberapa tempat yang kami singgahi di Bago antara lain:

Shwethalyaung Buddha (Reclining Buddha)
Shwemawdaw Paya
Kyaik Pun Paya
Kanbawzathadi Palace site and museum
Maha Kalyani Sima
Mahazedi Paya
Shwegugale Paya



Di Bago ini ternyata ada biaya untuk masuk ke tempat wisatanya. Bayarnya paketan, alias bayar sekali 4 tempat wisata. Di beberapa tempat pun bagi yang bawa kamera pasti disuruh bayar. Tapi bagi yang mau ngirit seperti kami, ga usah bayar, asal pura-pura cuek aja... hahaha.. sudah kami buktikan!




Explore Bago
War cemetery


Monastery di Bago
Becak ala Myanmar


Beberapa tempat yang kami singgahi di Yangon antara lain:

Shwe Zi Dagon
Aung Sun Kyi house





Aung Sun Kyi's House








Shwe Zi Dagon (pagoda terbesar di Yangon)





City center


Sule Pagoda


City Hall Yangon

DAY 8

Penjelajahan di Myanmar pun berakhir! Saatnya pulang ke Indonesia! Mingalabar!




You Might Also Like

2 comments