BACKPACK TO MYANMAR (EPISODE 1)

11:53:00 PM

MINGALABAR!!

Mingalabar, dalam bahasa Myanmar artinya “Hello..”. kata sapaan ini menjadi kata pertama dalam bahasa Myanmar yang saya kuasai. Myanmar, Negara yang dahulu bernama Burma ini beberapa tahun ini menjadi terbuka terhadap negara lain. Di balik kekuasaan militer dan sejarah perangnya, masih tersimpan keindahan pariwisata yang tersembunyi di dalamnya. Itulah yang menjadi alasan utama rasa penasaran saya terhadap negara ini.

Berikut adalah itinerary kami selama kurang lebih seminggu di sana:

Hari 1 - Flight Jakarta to Kuala Lumpur
Hari 2 - Flight Kuala Lumpur to Yangon, lanjut flight Yangon to Bagan
Hari 3 - explore bagan, stay on bagan
Hari 4 - explore bagan
Hari 5 - morning flight to Heho,stay on Inle
Hari 6 - explore inle
Hari 7 - morning flight to Yangon, stay on Yangon
Hari 8 - Explore Bago & Yangon
Hari 9 - balik ke Jakarta

Tiket jakarta-KL-Yangon (PP) naik air asia = IDR 1.400.000

Tiket Yangon - Bagan = USD 110
Tiket Bagan - Heho = USD 108
Tiket Heho - Yangon = USD 110

View dari salah satu puncak pagoda

Itulah pengeluaran yang bikin kantong kosong. Tapi apa daya, saya dan teman-teman terpaksa membelinya karena ternyata bertepatan dengan tahun baru orang Myanmar, atau yang biasa disebut Thingyan. Selama Thingyan, semua kantor pemerintah dan transportasi tutup. Harga transport pun melonjak hampir dua kali lipat. Bus antar propinsi tidak beroperasi. Naik kereta tidak disarankan karena kereta di Myanmar masih sangat buruk dan makan banyak waktu, hampir dua kali lipat waktu perjalanan dibanding bus. Rental mobil di Myanmar tergolong mahal, harga hampir sama dengan pesawat domestic. Sekedar informasi, dari Yangon ke Bagan berjarak kurang lebih 12 jam perjalanan dengan bus. Dengan kereta, bisa dua kali lipat lamanya. Pemesanan tiket penerbangan domestic pun harus melalui agent tour lokal karena kita tidak dapat melakukan booking online. (Rekomendasi kami : Elegant Myanmar Tour and travel)

DAY 1
Pukul 18.00

Karena berangkat sepulang jam kerja, maka meeting point kami sepakati di airport Soetta terminal 3. Ada dua teman backpacker yang menemani perjalanan saya kali ini. Pukul 18.00 waktu itu, yang ternyata saya yang pertama tiba di bandara. Dan tanpa janjian di salah satu tempat, tiba-tiba Kris dan Diah muncul di tempat yang sama, di salah satu restoran cepat saji di terminal 3. Maka kami pun makan malam terlebih dahulu sebelum berangkat.


Pukul 19.00

Check in Air Asia dan Bismillah, kami pun terbang ke Kuala Lumpur…


Pukul 23.00 waktu KL

Penerbangan yang cukup singkat membawa kami ke KL untuk transit semalam, sebelum besok pagi kami melanjutkan perjalanan. Dan seperti biasa, kami pun singgah di foodcourt favorit kami di LCCT untuk makan, tidur, dan mandi.

Pukul 06.00 waktu KL

Sambil berlari kecil karena panik salah memperkirakan waktu, kami cek in dengan tergesa-gesa. Untungnya, ternyata pesawat sedikit telat dan kami pun terbang menuju Yangon, Myanmar…

Pukul 9.00 (waktu Yangon, selisih 30 menit dengan Jakarta)

Kesan pertama yang didapat saat turun dari pesawat adalah : Panas!
Yup, suhu udara Myanmar saat ini sedang mencapai puncaknya, 40 derajat celcius. Ditambah datarannya yang gersang dan berdebu membuatnya lebih terasa panas. Keluar dari airport, kami telah ditunggu oleh Thuren Lin, agen wisata Elegant Myanmar yang kami pilih untuk memesan tiket pesawat domestic kami. Dengan atasan putih lengan panjang dan bawahan sarung (atau biasa disebut Longyi), Thurein menjelaskan dengan singkat tentang wisata Myanmar. Pertama dia memberikan peta lengkap dengan kota-kota yang akan kami kunjungi. Lalu dia pun memberitahu kami cara menyewa mobile phone selama di Myanmar. Karena berdasarkan pengalaman, mobile phone ini sangat dibutuhkan dalam mencari lokasi hotel kami di kota lain maupun menghubungi Thurein, satu-satunya orang yang bisa kami percaya selama berkeliling Myanmar nanti.

Pukul 11.00

Di bandara Yangon tidak ada restaurant, hanya ada kafe yang menjual roti. Dan setelah bertanya kesana kemari, akhirnya kami disarankan untuk mencoba resto di seberang jalan. Di resto tersebut akhirnya kami menemukan apa yang kami cari : Nasi. Kami pun langsung memesan makanan khas Myanmar. Tak kami duga, ternyata selain ada kemiripan wajah, makanan mereka pun mirip dengan makanan Indonesia. Ada sayur labu, sayur kangkung, pork curry, dan ayam rica. Hahaha… ini resto atau warteg ya??

Selama di “warteg” ini, ternyata ada beberapa hal yang bisa kami amati:

- Kendaraan, terutama mobil di yangon sudah berkembang pesat. Mobil-mobil impor keluaran baru sudah banyak beredar di sini. Taksinya pun beraneka ragam, dari yang model wagon, sedan maupun minivan ada di sini.

- Cara memanggil pramusaji pria di restoran ternyata cukup unik. Dengan mengeluarkan suara kecupan dua atau tiga kali : cup..cup..cupp… (ohhh.. so sweet…hahahaha…). Kalo pramusajinya wanita belum pernah saya coba, takut malah kena gampar…

- Longyi atau sarung adalah busana tradisional yang menjadi ciri khas Myanmar. Mereka pun memakainya di pasar, mall, ataupun perkantoran. Cara pemasangan Longyi cukup unik, dengan membuat simpul berputar dari ujung kain longyi yang ditempatkan persis di depan perut.

- Orang Myanmar paling suka minum beer. Jam makan siang seperti ini pun mereka minum beer.. bahkan dengan pendamping makanan ala warteg sekalipun,

- Tanaman pun tak jauh berbeda dengan Indonesia, yang paling banyak ditemui tentu yang kuat akan panas matahari seperti bougenvil dan jenis

- Anak muda di sini tampil beda dengan cat rambut merah atau pirang.

- Thanaka, semacam bedak tradisional yang berfungsi mendinginkan wajah dari terik matahari dipakai kaum wanita ataupun pria.

Pukul 15.00

Akhirnya waktu yang ditunggu tiba. Saatnya kami berangkat ke Bagan dengan domestic flight. Domestic airport Yangon bersebelahan dengan international airportnya. Namun dari segi fasilitas jauh lebih bagus di international airport. Yang sangat terlihat bedanya adalah timbangan barang yang masih kuno, counter check in yang kecil, dan toilet yang kotor.

Dari Yangon ke Bagan kami menggunakan Air KBZ, yang katanya penerbangan terbaik di Myanmar. Dan ternyata semua domestic flight di Myanmar menggunakan pesawat baling-baling. Jujur, ini pertama kalinya saya terbang dengan pesawat kecil seperti ini. Agak deg-degan juga waktu masuk ke pesawat. Dan ternyata hawa panas di luar berimbas ke dalam pesawat. Masuk ke pesawat, pramugari cantik dan tetap berpenampilan seksi langsung memberikan tisu basah ke penumpang. Dan tisu ini memang sangat diperlukan! Keringat langsung bercucuran. Untungnya, AC pesawat dengan cepat mendinginkan ruangan dan penumpang yang kebanyakan turis asing ini pun dibuat nyaman,,,

Penerbangan kami ternyata transit dulu ke Heho airport, baru ke Bagan. Penerbangan Yangon ke Bagan dengan jarak sekitar 300 km ini ditempuh dalam waktu 45 menit, sedangkan dari Heho ke Bagan sekitar 100 km dengan waktu 30 menit. Dan ternyata kami tidak perlu turun dari pesawat selama transit karena pesawat Cuma berhenti untuk menjemput penumpang (busyet, macam naik bus aja nih…). Dan ada untungnya juga kami naik pesawat yang transit ke Heho ini. Karena kami jadi dapat snack dua kali! Hahaha… kenyang dehhh…

Domestic Flight


They called it.. Myanmar!

Pukul 16.30

Touchdown Old Bagan! Lapor di imigrasi dan bayar USD 15 per turis asing, Di Bagan, ada Old Bagan dan New Bagan. Dan karena yang banyak attraction nya di Old Bagan, kami pun memilih penginapan di Old Bagan yang bernama Blazing Hotel. Hotel ini sekitar 10 menit dari Airport dan ada aiport pick up service nya. Kami pun kaget, saat keluar dari airport, ada driver yang membawa kertas dengan nama kami. Dan ternyata itu adalah service dari hotel tersebut. Padahal kami belum memintanya untuk menjemput kami di bandara. Lumayan…

Pukul 19.00

Hotel ini memang tidak berada di tepi jalan utama, namun lokasinya cukup strategis. Staffnya pun bisa berbahasa Inggis. Kamar kami pun cukup wow, dengan 3 single bed yang cukup luas. Di seberangnya, ada restoran cukup terkenal di tripadvisor, “Little bit of Bagan”. Dan memang, masakannya pun sangat enak, ditambah complimentary nya yang unik. Malam itu saya memesan nasi goreng dan banana smoothie. Hahaha…ternyata nasi goreng tetaplah nasi goreng.. di mana pun sama aja.. teman saya mencoba saladnya, dan ternyata cukup unik, dressing salad-nya bukan mayonnaise, melainkan seperti bumbu kacang atau kemiri yang dicampur olive oil. Di resto ini pun menyediakan penyewaan e-bike. Di sekitar resto ini, kami melihat ada kios yang menjual sarung (longyi), kerajinan kayu dan lukisan pasir yang menjadi souvenir khas kota ini. Jalanan dan suasana yang cukup tenang membawa kami terlelap malam ini…

Little bit of Bagan


DAY 2

Pukul 8.00

Breakfast di Hotel, dengan menu ala carte, saya pun memilih nasi goreng lagi. Soalnya pilihan lainnya hanya mie dan bihun. Sedangkan hari ini kami membutuhkan banyak energi untuk explore Bagan.

Hari ini H-1 Thingyan New Year. Kami pun bersiap membawa barang agar terhindaran dari siraman air. Karena berdasar yang saya baca, orang Myanmar sudah mulai merayakannya di H-1. Dan benar saja, selama di jalan, kami pun dengan ikhlas disemprot air oleh penduduk lokal…

Peta yang diberikan Thurein menjadi modal utama di samping peta yang diberikan hotel. Dengan menyewa e-bike 70 kyat/hari dari hotel, kami bertiga pun memulai perjalanan ini. jalanan utama di Bagan ada dua dan berjajar. Jadi tak sulit untuk mempelajari peta ini. di antara kedua jalan ini, di kanan kiri banyak sekali pagoda dan kuli kuno yang dibangun di sekitar abad 11-12. Jumlah pagoda di Bagan bagaikan jumlah bintang di langit. Banyak banget!

Konon, katanya daerah Bagan ini dulunya sangat tandus dan miskin. Penduduknya pun menjadi sangat religius meminta bantuan dari para dewa. Maka setiap keluarga pun mendirikan pagoda. Semakin banyak rejeki yang mereka dapat, semakin besar pula pagoda yang mereka bangun.

Jalanan pasir, panas 40 derajat, matahari terik, dan suasana lingkungan kuil dan pagoda kuno membuat kami sekan berada di dalam latar film Indiana Jones. Satu demi satu pagoda kami jelajahi tanpa pernah hapal namanya. Bahkan yang saya ingat hanyalah pagoda pertama yang kami kunjungi : Shwe Zigon. Pagoda yang paling dekat dengan hotel kami. Selain banyak yang tidak ada papan namanya atau tulisannya keriting, ejaan Myanmar cukup sulit diucapkan di lidah kami.

Nah, semakin menjelajah ke dalam alias jauh dari jalan raya, semakin banyak pula pagoda kuno dan tidak bernama yang kami temui. Dan pagoda tersebut tidak tampak di peta. Dan kami pun akhirnya sedikit tersesat… hahaha… Mungkin gambar di bawah ini lebih menjelaskan batapa banyak pagoda-pagoda besar di Bagan. Dan ingat, yang tampak di peta ini hanyalah pagoda utamanya, belum lagi pagoda-pagoda kecil lainnya!

Panas dan diguyur air. Itulah yang membuat kulit saya makin hitam (bahkan sudah mendekati ungu…hahaha…). Namun itulah serunya Thingyan! Entah berapa banyak air yang saya habiskan. Rata-rata air mineral botol 1 liter di sini dijual 500 kyat (sekitar Rp 6000, 1 kyat = 11 rupiah). Agar lebih gampang, untuk hitungan kurs, anggap saja 1 kyat = 10 rupiah.

Pada pintu masuk pagoda, selalu ada larangan menggunakan alas kaki (termasuk kaos kaki), celana pendek, dan baju minimalis. Jadi bersiaplah sedia longyi jika memakai celana pendek. Dan bersiaplah telapak kaki melepuh karena panasnya batuan yang kita injak di pagoda… lama-lama anda akan terbiasa… hahaha…

Tragedi pertama datang ketika saya lupa mencabut kunci e-bike. Padahal sudah lama kami meninggalkan e-bike di tempat parkir dan berkeliling ke dalam Pagoda. Sempat panik dan lupa tempat parkirnya (pagoda ini begitu luas dan tiap sisi hampir sama), tiba-tiba ada anak kecil yang memanggil kami. “Three e-bike, don’t worry my friend.. come, follow me..” ujar anak kecil itu. Sempat ragu karena anak kecil itu malah menuju perkampungan kecil di sebelah pagoda, kami pun akhirnya mengikutinya. “Don’t worry, this Pagoda is in my eyes..” lanjutnya. Entah kenapa, kata-kata itulah yang membuat kami percaya padanya. Dan ternyata benar! Dia menuntun kami ke arah yg benar! Alhamdulillah, lega rasanya, sepeda saya masih utuh…

Hari pertama ini penjelajahan dimulai dari shwe zigon sampai dengan golden palace (sekitar 5 mil). Itu pun sudah makan waktu sampai matahari terbenam. Di Golden palace, turis asing harus membayar 5 dollar. Istana ini merupakan bangunan baru yang megah. Struktur utamanya dari kayu yang dilapis cat berwarna emas.

Puas berkeliling Old Bagan, tragedi kedua pun dimulai. Baterei e-bike yang dipakai Kris kehabisan daya. Mau digenjot, rantainya pun rusak. Untungnya, sebagai biker alias pengendara motor kami sudah pengalaman dengan yang beginian. Terpaksa saya dorong Kris dan motornya dengan satu kaki menembus gelapnya malam di Old Bagan sejauh 5 mil…

Belum kelar tragedi kedua, tragedi ketiga pun muncul. Kami lupa jalan masuk menuju hotel kami. Ditambah minimnya lampu jalanan. Dan akhirnya baterei sepeda Diah pun habis. Untung masih bisa digenjot. Setelah bertanya kesana kemari, akhirnya ada juga yang tahu letak hotel kami. Thanks God!




Pagoda pertama : Shwe Zigon ! (pake sarung, bukan longyi..hahaha..)





 



"Jumlah pagoda di myanmar sebanyak bintang di langit malam..."


Goldern Palace
 DAY 3

Bagan ternyata memang kota yang sangat eksotis. Tak heran banyak turis Eropa yang datang ke Myanmar. Saya bahkan hanya menemui satu turis di Indonesia di Yangon. Sejak jadi tuan rumah Sea Games tahun lalu, Myanmar mulai dilirik turis Asia.

Pukul 08.00

Sarapan ala prasmanan disediakan hotel pagi ini. Ada satu makanan khas tradisional Myanmar yang cukup unik yang selanjutnya jadi favorit kami: Mohinga. Makanan berbahan dasar bihun dengan kuah kaldu ikan dan bumbu kacang ini mirip dengan soto sokaraja yang biasa kita temui di jawa tengah. Cocok dengan lidah saya.

Hari kedua di Bagan. Rencana kami hari ini adalah exploring New Bagan, yang berjarak 6 mil dari Old Bagan. Sekali lagi dengan e-bike kami mulai menjelajah. Hari ini adalah hari dimulainya Thingyan, tahun baru Myanmar, sampai 4 hari ke depan. Dan baru keluar gerbang hotel … Byuuurrrr….!!! Anak-enak kecil langsung mengguyur kami dengan seember air. Busyet dahhh…!! Tampaknya hari ini akan lebih basah dari kemarin.

Dan benar saja, panggung-panggung yang kemarin nampak masih sepi, hari ini sudah siap dengan selang air dan dipenuhi anak-anak muda yang siap mengguyur siapa saja yang lewat di depannya. it’s party time…!!!

Rute penjelajahan kami dimulai dari Bagan-Nyaung U road dan pulang melalui Anawrahta road.

Sepanjang perjalanan diguyur air, kami akhirnya terbiasa basah kuyup. Anggap saja itu air segar dari Tuhan di tengah hawa gurun ini.. hehe…

Perjalanan kali ini cukup lancar. Entah berapa pagoda yang kami kunjungi hari ini. Sepertinya sama banyaknya dengan hari kemarin. Sudah tak terhitung lagi saking banyaknya. Namun kali ini kami lebih memperhitungkan perjalanan kami, terutama karena baterei e-bike yang tidak bisa ditebak kapan habisnya. Di salah satu pagoda, seorang teman saya mencoba memakai Thanaka. Bedak pendingin ini ternyata berasal dari serbuk kayu yang dihasilkan dari pergesekan antara sebatang kayu dengan batu halus. Ternyata memang membuat wajah menjadi adem tiap terkena angin.

Maka setelah sampai di New Bagan pada siang hari dan menyempatkan diri untuk mencicipi hidangan khas lokal nya seperti ikan saus jeruk, kami pun pulang melalui Anawrahta road. Di kanan maupun kiri jalan raya ini pun ternyata banyak sekali pagoda yang besar dan kuno. Untungnya, tragedi seperti kemarin tak terulang hari ini. Dan sebagai traveller yang paling paham dengan peta, kali ini saya yang bilang “Don’t worry my friend, Bagan is in my eyes…! Hahahaha…”





Nah.. pake longyi nya udah bener nih.









Explore Old Bagan dan New Bagan (hari kedua)


View dari atas pagoda

You Might Also Like

1 comments

  1. boleh tau gimana booking pesawat dr yangon bagan mas ? dan di bagan enaknya naik apa ?

    ReplyDelete