JELAJAH KOTA SOLO
12:24:00 AM
SOLO, HERE WE COME!
Kota Solo, Sebagai kota masa kecil saya selalu
memiliki berjuta kenangan di hati. Ini pula yang melandasi pemikiran saya untuk mengadakan gathering bersama kawan-kawan
kantor di Jakarta. Beberapa sempat memiliki ide lain seperti Jogja atau
kota-kota wisata mainstream lainnya. Tapi saya bersikeras, kenapa tidak ke
Solo?
I guarantee you’ll get full of memories!
Full Team di Candi Sukuh |
Haha… setelah melalui perdebatan a lot, akhirnya
sampai juga kita ke Solo. Btw, setelah sekian lama cerita ini tidak tertuang
dalam tulisan, akhirnya saya sempatkan sebelum semua hilang dari memori. Yes,
rekan-rekan Jakarta menuju ke Solo. Sekali-kali membantu pemerintah dalam
mengurangi kepadatan penduduk di ibukota… hahaha…
Off we go...!! |
Suasana dalam Kereta malam... jugijagijugijagijug...... (ehh ada artis difoto penggemarnya...) |
Ok, acara kali ini akan bertema “Solo - Race to
Champion”. Sebenarnya ada juga acara meeting yang diadakan, tapi ngga mungkin
juga saya ceritakan secara rinci di sini. So, skip... skip…
Oiya ada beberapa yang menarik ketika meeting
day berlangsung. Terutama karena murahnya harga makanan di Solo yang membuat
saya “terpaksa” menjejali peserta dengan makanan-makanan yang sangat banyak
jumlahnya. Dari pagi ketika sarapan, sengaja kami suguhkan sarapan khas kota
Solo yaitu nasi liwet dan cabuk rambak yang sudah kami beli di warung lesehan
di sekitar Manahan. Beberapa komen banyak amat sarapannya, tapi ternyata abis
juga. Dan panitia pun berhasil ngirit maksimal dibandingkan dengan sarapan di
Hotel atau di restoran lainnya… hahaha…
Meeting Day 1 |
Siangnya, kami ajak peserta meeting untuk
jalan-jalan keluar menuju ke Selat Viens yang letaknya tak jauh dari Stasiun
Balapan. Tank tanggung-tanggung, saya perbolehkan peserta memesan dua menu dari
hidangan rumah makan ini. Menu dari rumah makan yang memang menjual makanan
khas Solo ini di antaranya adalah: Selat segar daging, Timlo Solo, Soto ayam,
Sop matahari, dan sebagainya. Yaaa… karena kurangnya penjelasan dari panitia,
mana yang menu nasi mana yang menu tanpa nasi… jadi ada beebrapa yang memesan timlo
dan soto sekaligus dengan porsi yang sangat mengenyangkan. Alhasil, meeting
setelah makan siang pun menjadi kurang efektif karena para peserta hadir dengan
kondisi perut kekenyangan… Alhamdulillah…
Menu khas Selat Viens: Selat segar solo dan timlo |
Dan malam di Solo saat itu kebetulan sedang
ramai karena masih dalam suasana imlek. Dan hujan pun turun dengan deras. Tak mau menyerah dengan hujan, kami bawa
peserta untuk makan sepuasnya di Omah Wedhangan Mojosongo. Kenapa sepuasnya?
Yaaa… sekali lagi kami pede aja lha wong emang murahnya kebangetan.. hahaha…
Kalo dirata-rata per orang tetep ga sampe 50 ribu tiap makan di kota Solo
ini. Di Wedhangan ini, kawan-kawan kalap menyantap nasi maupun lauk pauk yang
berupa sate-satean itu. Entah berapa banyak yang mereka habiskan malam itu.
Untungnya, pihak dari omah wedhangan ini mau bekerjasama mencatat apa saja yang
disantap oleh kawan-kawan kami. Tak puas sampai di situ, setelah hujan mulai
reda kami pun melewatkan malam di jalanan kota Solo yang dihiasi
lampion-lampion imlek. Bahkan, mereka masih sanggup mencicipi kuliner kota Solo
lainnya seperti bestik lidah dan Susu segar Shi jack.
Mbak-mbak penjual angkringan |
Suasana Omah Wedhangan Mojosongo |
Susu Segar Shi Jack |
Lampion Pasar Gede |
Nemenin alay-alay makan Bestik Lidah Pak Hardjo |
Titik Nol Kilometer Kota Solo |
Yup, Solo memang cocok menyandang
sebagai kota kuliner. Selain murah,
kota yang berjarak sekitar 60 km dari Yogyakarta ini memiliki kekayaan kuliner
yang beraneka ragam. Dari masakan sampai cemilan, yakin deh ga cukup sehari dua
hari kalo mau menjelajahi kuliner kota Solo ini. Saya sebagai orang asli Solo
bahkan tidak bisa melupakan cita rasa legendaris kuliner kota ini walaupun
sudah tinggal di Jakarta. Kuliner Solo saat ini bahkan terus berkembang seiring
meningkatnya perekonomian daerah. Banyak rumah makan baru yang menambah
kekayaan kuliner kota ini.
Dan… akhirnya sampai juga pada hari H di mana tidak hanya peserta yang
sibuk berlomba, tapi juga panitia sibuk beraksi. Soalnya, panitia seperti saya
harus siap di lapangan sebelum peserta datang. Ide ini sebenarnya sudah saya
rencanakan sejak lama. Demi mengenalkan kawan-kawan ke kampung halaman saya.
Agar mereka memaklumi mengapa saya sering cuti untuk pulang kampung. Hahahaha…
Tapi jujur, mungkin ini ide gila.
Saya sendiri terinspirasi dari amazing race yang banyak diaplikasikan ke daerah
wisata lain yang memang sudah mainstream, seperti Jogja atau Bali. Nah kalo di
Solo, kita bisa ke mana saja di kota kecil ini? Tak habis piker, maka saya juga
bawa mereka ke Tawangmangu. Tawangmangu adalah kawasan pegunungan di bawah kaki
gunung Lawu. Tapi sebelum cerita tentang Tawangmangu, ada baiknya saya
ceritakan bagaimana permainan ini dimulai.
Jadi masing-masing peserta dikelompokkan
ke dalam beberapa kelompok. Misalnya Grup A diisi 6 orang dan diberi mobil plus
sopir. Pelombaan ini dimulai dari hotel tempat kami menginap. Di sini tugas
peserta adalah mengambil petunjuk (clue) dan menjawab pertanyaan (quiz)
sederhana di setiap pos. Karena jumlah panita yang sangat terbatas, jawaban
pertanyaan kami komunikasikan melalui whatsapp per group untuk mempersingkat
waktu. Nantinya jawaban yang benar akan menambah poin peserta.
Rute dan tugasnya seperti ini:
Start dari Hotel menuju pos pertama di Batik Laweyan.
Di Batik laweyan
mereka harus bisa merampungkan tugas membatik dan menjawab quiz untuk
mendapatkan petunjuk selanjutnya.
Pos kedua adalah Bakso rusuk Solo. Tugas mereka adalah menghabiskan
semangkok bakso dan berfoto konyol dengan penjualnya.
Pos ketiga cukup jauh, yaitu Candi Sukuh di daerah Kemuning, Tawangmangu.
Karena pos ketiga makan waktu perjalanan selama satu jam, maka kami sisipkan
lomba foto konyol di dalam mobil bersama Pak Driver. Dan ini ada hadiah
istimewanya. Di candi sukuh yang terkenal dengan keunikan Lingga dan Yoni nya,
kami meminta mereka mencari relief “burung” dan berfoto bersama di atas candi.
Pos keempat adalah yang paling
seru. Peserta diharuskan mejajal river tubing di Sungai Senatah. River tubing
adalah salah satu olahraga ekstrim yang memacu adrenalin seperti arung jeram.
Bedanya, kami tidak memakai perahu karet dalam mengarungi derasnya Sungai
Senatah, tetapi pakai ban dalam yang dikaitkan satu sama lain. Apalagi waktu
itu habis hujan deras, alhasil kami harus menunggu saat yang tepat untuk masuk
ke sungai. Yup, safety first! Level 800 meter akhirnya kami lalui bersama
derasnya sungai yang sudah tidak bening lagi karena bercampur dengan air bawaan
dari puncak gunung yang sangat deras. Alhamdulillah kami semua bisa melaluinya
dengan selamat dan tanpa kekurangan satu apa pun.
Setelah lelah mengikuti lomba,
malamnya kami menginap di salah satu hotel di Tawangmangu. Pemenang lomba pun
diumumkan dalam suasana yang riuh ramai. Dinginnya malam di Tawangmangu pun
membawa ke lelapnya tidur kami…
Nah, biarlah foto-foto kami di bawah ini yang bercerita...
Start Point: Hotel |
Persiapan Membatik di Kampung Batik Laweyan... |
Go...!!! Ayo Membatik... |
Hasil mbatik di atas becak |
Hasil mbatik di atas becak (juga) |
Hasil mbatik tanpa becak |
Wis tho mas.. dipikir karo mbatik wae... |
Big smile for Batik Indonesia |
Makan siang di Bakso rusuk Palur (pose bener) |
Ketika panitia lupa bawa dompet... :D |
Berpose di atas candi sukuh (pecicilan) |
Yesss... we've got one!! |
Pose khas candi sukuh |
Pose khas candi sukuh (juga) |
Pose khas candi sukuh (lagi) |
Briefing sebelum river tubing di kali senatah |
Persiapan kloter pertama,,, yang ini sebelum hujan.. curug di belakang start point masih bening (abaikan pose om-om berkumis yg paling depan) |
Setelah hujan, debit air pun makin tinggi... mas operator cek & ricek |
Let's Goooo.... |
Ealaaaah... belum apa-apa kok udah hanyut mas..mas.... |
Kali senatah Sebelum hujan.... |
Kali Senatah setelah hujan (mantap kan...hahaha...) |
Bu Aida, peserta paling sepuh.. emak-emak pemberani nih,,, |
The finish point (muka lega) |
Finish point (muka paling lega - sesi setelah hujan) |
Satu kejutan setelah finish line.. hahaha...berattt |
Yakin muat nih? |
Muat sihhh... tapiiii.... :D |
Pengumuman Lomba dan pembagian hadiah sambil ngopi-ngopi di salah satu hotel daerah Tawangmangu |
Dinner sambil nyanyi-nyanyi (sendiri) karena ga ada solo organ :p |
DAY 3
Paginya, kami bersiap pulang ke
Solo. Karena bangun terlalu pagi,
saya iseng berjalan-jalan ke Pasar Tawangmangu yang terletak di seberang
terminal. Di dalam pasar banyak dijual makanan khas pedesaan yang tidak banyak
dijumpai di kota-kota besar. Dari sekedar iming-iming foto ke Grup Whatsapp,
akhirnya malah banyak yang nyusul saya untuk sarapan di pasar ini. Satu yang
paling saya suka di Tawangmangu adalah molen pisang dan gorengannya. Mantap
cuy!
Turun dari Tawangmangu dengan bus, kami bawa peserta menuju tempat
oleh-oleh seperti Toko Mesran yang menjual berbagai camilan khas kota Solo
seperii abon dan srundeng. Lalu perjalanan kami lanjutkan ke Pusat Grosir Solo
(PGS) agar emak-emak bisa puas berbelanja batik sepuasnya…
Sesi Kuliner terakhir sebelum balik ke Jakarta.. Garang asem Mbah Semar!! |
Setelah puas berbelanja, perut pun terasa lapar. Dalam perjalanan menuju
Bandara Adi Soemarmo, kami sudah siapkan kuliner khas Kartosuro yaitu garang
asem dan pis kopyor Mbah Semar yang legendaris. Garang asem adalah masakan ayam
dengan bumbu yang segar dalam bungkus daun pisang yang dikukus. Sedangkan
Pis Kopyor adalah semacam dessert atau hidangan penutup yang segar, bisa
disajikan dingin ataupun hangat. Bahan dasarnya adalah pisang, roti, kelapa
muda dan airnya yang dikukus dalam daun pisang. Semua kenyang, semua senang.
See you again, Solo!
Spirit of Java!
0 comments