BANDUNG CITY

7:08:00 AM

Bandung itu beda 5 tahun yang lalu….

Trip ke Bandung… mau ngapain aja ya?? Seperti biasa, trip bersama The Bujangers kali ini juga memiliki cerita unik. Trip ini kami beri title : The Bujangers – Hangover part 2 : Tribute to Bimo.
Judul trip ini bukan sembarang judul. Ya, trip ini kami dedikasikan untuk seorang teman kami, yang terpaksa membatalkan untuk ikut serta karena keterbatasan biaya untuk kawin. Wkwkwk… konyol memang, tapi Mr. Egois satu ini tampaknya sedikit tersiksa karena satu moment penting yang akan segera hadir dalam hidupnya. Mungkin dia yang pertama menyangkal mitos: married = game over. Tapi dia pula yang pertama kali mengalami moment stress di antara para Bujangers. Good luck Mr. Bimo…
Bimo, yang selama ini kami juluki Mr. Egoisr karena kadar keegoisannya yang paling tinggi di antara kami, ternyata telah menularkan virus ‘egois’-nya. Terbukti, sampai detik-detik keberangkatan kami, kami masih belum bisa memutuskan itinerary yang tepat. Karena masing-masing menginginkan pergi ke spot yang berbeda beda.
Gue pengen ke Maribaya, Erwin mau ke Primarasa, Gadis ngotot ke Trans studio, Faisal (yang punya gawe karena utang farewell dan birthday party) pengen ke resto yang termurah dan yang teririt, Andrew masih tepar di kursi belakang karena sakit, dan si Ulun diam aja ga punya keinginan apa-apa. Baik kan si Ulun? (ntar ada ceritanya coy…)
Pokoknya, satu per satu bibit keegoisan muncul di antara kami. Entah karena kutukan si Bimo atau memang inilah pelajaran berharga yang harus kami ambil. Seorang bijak berkata, di antara kejadian negative, pasti ada segi positifnya. Di sinilah rumus FLV (Friendship Lifetime Value) karya bung Erwin teruji.

DAY 1 – Jumat malam. Trip kali ini juga punya misi tersembunyi : nagih utang-utang Faisal (Jadi Project Manager, ulang tahun, dan lulus S2). Rencana berangkat jam 5 sore teng pulang kerja pun gagal karena jam karet seperti biasa. Akhirnya kami pun berangkat jam 8 setelah dinner di Kopi Tiam Setiabudi. Enam orang The Bujangers pun akhirnya sukses merasakan macetnya jalanan…
Perjalanan panjang selama 4 jam yang diiringi musik oldies dari radio setempat dan curhat colongan dari si Gadis membuat perjalanan ini terasa makin lama…
Dan karena berganti hari, kami pun kelaparan kembali ketika nyampe bandung jarum pendek jam telah melebihi angka duabelas. Menuju ke daerah dago atas, kami pun menemukan jejeran warung-warung pinggiran. Cemilan hangat seperti nasi goreng keju kornet, sop iga, dan segelas bandrek susu pun menemani kami menembus dinginnya kota Bandung… (buset cemilannya mantap amat, bang…wkwkwk…)
Day 2 – Keegoisan orang pertama dimulai. Si Ulun, yang ngakunya hapal kota Bandung mulai berulah. Dia memang pernah kuliah di kota ini 5 tahun yang lalu. Dan kami pun sepenuhnya percaya kepadanya.
Kami mencari penginapan di tengah malam. Dari dago atas, tengah kota, ampe kompleks perumahan yang ga jelas rimbanya. Sejam pertama kami pun maklum karena si Ulun selalu bilang “Lima tahun yang lalu, yang ini murah lho..”. di jam kedua, kami mulai resah. Dan Ulun tetap bilang “Lima tahun yang lalu, dulu di sini ada penginapan lho…”. Rasa pegal dan ngantuk mulai menjalar. Tapi kami tetap berusaha tenang. Kami pun keluar masuk kompleks perumahan tanpa tujuan pasti. Tapi si Ulun tetap bilang “Lima tahun yang lalu, gue pernah ke sini, dan itu murah…tapi di mana yaa..??”
Si gadis yang duduk di kursi tengah selama tiga jam tanpa tujuan pasti pun mulai geram. Dan akhirnya batas kesabarannya mencapai puncak di suatu kompleks Sentrasari. Ketika Ulun sedang masuk ke dalam sebuah penginapan untuk menanyakan kamar, si Gadis langsung melancarkan kudeta dengan merebut kemudi. Saat Si Ulun kembali, pertengkaran rumah tangga pun dimulai. Perebutan kemudi pun tak terelakkan. Sampai rebutan kunci Mobil dan akhirnya nyaris patah. Kami yang ada di kursi belakang pun hanya bisa diam seperti anak kecil dalam sinetron yang sedang melihat orang tuanya bertengkar.Untungnya pertikaian ini tak berlangsung lama. Kalo ngga, bisa subuh baru kita dapat penginapan. Saat menuju daerah pasteur, waktu sudah menunjukkan jam setengah 4 pagi.  Kami akhirnya menemukan private guest house yang cukup luas untuk diisi 6 orang. Hati kami sangat lega sampai akhirnya si Ulun berkata ”Lima tahun yang lalu, guest house seperti ini ga ada, man…” (Beuh, minta dijitak ni anak…)




private guest house


Pagi yang cerah mennati kami di kota Bandung. Masih belum tau hendak ke mana. Jam 9 pagi, kami pun bersiap sarapan. Masih sedikit ngantuk, tapi perut sudah lapar minta diisi. Jadwal pertama pun dimulai. Kami menuju ke kawasan Cimbeleut utara, tepatnya di daerah Punclut. Terakhir gue ke sini, 10 tahun yang lalu, daerah ini masih belum beraspal. Sekarang warung-warung sudah banyak dan jalan aspal sudah bagus. Kami pun pilih warung yang paling besar dengan view yang lumayan indah menghadap lembah perbukitan. Sangkan hurip. Sebuah warung lesehan yang cukup luas dengan masakan khas sunda yang enak. Dari berbagai pepes, babat iso, ikan, jamur, ayam bakar, nasi merah dan es kelapa muda siap disajikan. Rasanya..?? Mantap…Top markotop! Harganya cukup murah pula…
Sangkan Hurip, Punclut
Di sini barulah kami membahas acara berikutnya. Rencana alternative adalah Maribaya, Blind café, keliling factory outlet, Ciwidey, atau ke Trans studio. Baru mau menentukan tujuan selanjutnya, Bos kami menghubungi gue. Katanya dia juga mau ke Bandung. Dan dia mau traktir kita-kita di Stone cafe, dago atas. Gue pun segera menanyakan kesetujuan teman-teman. Dengan semangat mereka pun sepakat untuk booking tempat di Stone cafe jam 8 malam. Gue ga sadar ternyata ini semua jebakan batman dari seorang cewe bernama Gadis. Keegoisan kedua pun dimulai. Si Gadis yang sudah seminggu ini meneror kami dengan ajakannya ke Trans studio akhirnya berhasil. Dengan segala tipu daya ala marketing si Gadis, kami pun merelakan kocek kami untuk menuju ke Trans studio. Itu pun karena Faisal juga setuju untuk mensubsidi kami 50 persen tiket masuk. Kalo ngga, gue sebenernya ga rela. Karena berdasar review dari beberapa blog, katanya tiket masuk ngga worthed dengan apa yang didapat di dalam wahana tersebut. Tapi peduli amat lah…daripada keujanan di outdoor atau tujuan ga jelas…
Berbekal GPS, kami pun akhirnya masuk ke kawasan Bandung Super Mal (BSM). Ternyata Trans studio menyatu dengan mal ini. Tiket masuk biasa di weekend adalah 200 ribu. Untuk VIP 400 ribu. Dengan tiket VIP, kita bisa masuk ke semua wahana tanpa harus antri panjang. Selain tiket tersebut, kita harus membeli kartu Bank Mega seharga 10 ribu untuk dua orang. Kartu ini dipergunakan untuk membeli jajanan maupun souvenir yang ada di dalam Trans Studio.


Untuk masuk ke dalam, kita harus naik escalator menuju pintu masuknya. Trans studio adalah salah satu indoor theme park terbesar di dunia. Terdiri dari dua lantai, dengan 20 wahana yang fantastis. Zona di dalamnya terbagi 3 bagian: Studio sentral, Lost city, dan Magic corner.
Studio Central : Yamaha racing coaster, Transcar racing, Giant swing, si Bolang adventure, Vertigo, Dunia anak, Marvel 4D superheroes, Trans city theater, Trans studio science center, Trans Broadcast Museum.
Magic corner : Dunia lain the ride, Negeri raksasa, special effect action, dragon riders, pulau liliput, Blackheart pirate ship.
Lost city: Amphitheater, sky pirates, Jelajah, Kong climb.
Berbagai wahana dan atraksi di trans studio bandung
Have fun di trans studio bandung

Itu dia iklannya. Memang banyak wahananya. Tapi antriannya…ternyata banyak juga. Antrian yang makan waktu minimal setengah jam tapi cuma bisa naik wahana sekitar 5 menitan ternyata cukup bikin bête dan cape. Bagi gue, yang biking a terlalu istimewa karena letaknya ternyata berada di dalam mal. Gue jadi ngerasa kaya nemenin ponakan gue main di mal. Tapi overall, pelayanan yang ramah dan wahana yang cukup ekstrim jadi tantangan tersendiri.
Sayang, ramainya pengunjung dan keterbatasan waktu membuat kami tidak bisa menikmati semua wahana yang ada. Si Gadis yang tadinya ngotot ke sini pun tak bersemangat. O ya, keegoisan ketiga dimulai. Giliran si Faisal yang ga mau pulang sebelum mencoba semua wahana karena ga mau rugi udah traktir kami semua. Padahal, kami sudah ada janjian dengan bos kami pukul 8 malam. dengan bête dan ngomel-ngomel ga jelas, akhirnya dia mau mengalah melawan keegoisan gue yang terpaksa menepati janji demi kepentingan yang sudah disepakati bersama.
Di luar ternyata bandung sudah macet dan hujan membasahi jalanan. Alamat bakal macet sepanjang jalan menuju dago atas. Alhasil, kami pun telat menepati waktu yang dijanjikan. Rasa lapar dan dahaga sudah menyerang kami. Maka tanpa babibu, setelah nyampe ke Stone Café dan ketemu si Boss, kami pun memesan makanan dan segera melahapnya. Setelah kenyang, baru kami sadar jika café ini ternyata cukup nyaman juga sebagai tempat nongkrong. Udara yang dingin, berada di atas bukit, dan alunan live music nya cukup membuat nyaman. Apalagi dengan makanan gratis yang sepatutnya kami syukuri.
Stone cafe with Big Boss
Well, inilah FLV, bro.. Friendship Lifetime Value. Formulanya: Keegoisan dibagi dengan kebersamaan dan saling pengertian. Di sini kami menemukan arti dari semua kejadian yang kami alami. Walau ada rasa keegoisan di antara kami, namun pada akhirnya sifat mengalah dan saling pengertian ternyata menghasilkan nilai persahabatan abadi yang tak ternilai di dunia ini.

DAY 3 -  Hari terakhir di Bandung. Bangun tidur, langsung berangkat. Itu teorinya. Ternyata jam karet telah mambuat kami terlambat bangun dan baru beranjak jam 9 pagi. Sarapan nasi kuning pilihan si Ulun ternyata memang tak salah. Sarapan khas Bandung ini ternyata masih enak walau sudah “Lima tahun” si Ulun tidak pernah berkunjung ke sini.
Nasi Kuning
Usai makan pagi, sudah jam 10. Mau pulang atau tetep ke Prima rasa? Kali ini Andrew dan Erwin yang menentukan. Andrew pengennya pulang sebelum jam 12 siang, sedangkan Erwin tetep ngotot ke Prima rasa. Dan dua keegoisan pun kembali beradu…wkwkwk..
Dan kali ini kami sepakat ke prima rasa untuk membeli oleh-oleh. Apple struggle dan picnic roll menjadi pilihan utama kami. Tapi antrinya 2 jam. Wow..makin penasaran kami akan rasanya…
Setelah sukses memborong makanan ala banci, kami pun balik ke Jakarta…
Beli oleh-oleh di prima rasa

Hadeeehhh…the Bujangers ini dari hari ke hari makin kompleks dan makin akut dengan karakternya yang unik … semoga ga kapok deh.. *tepok jidat

The Bujangers

You Might Also Like

0 comments