BACKPACK TO LAOS

9:22:00 PM

Laos itu “merah” , Kawan…

DAY 1 – VIENTIANE
Welcome to Lao P.D.R.  Tulisan itu terpampang di pintu masuk Wattay Airport. Setelah sempat bermalam di foodcourt LCCT airport Kuala Lumpur, akhirnya siang ini, pukul 11 waktu Laos (Tidak ada perbedaan waktu antara Indonesia dan Laos) kami tiba di Vientiane.

Kali ini gue cuma pergi berdua ama founder BAT Travelers, Bung Kris. Lama perjalanan totally 4 jam, 2 jam JKT-KL dan 2 jam KL-Vientiane. Kebetulan dapet tiket promo Air Asia yang emang udah kami incar sejak tahun lalu. Total flight PP kira-kira IDR 1 juta.
 Sesampai di bandara, kami bingung harus ngapain. Hal yang paling utama selain ke toilet bandara tentulah ke money changer. Setelah beberapa KIP (mata uang Laos, kira-kira 1 KIP= 1,05 IDR) ada di tangan, barulah kami berani keluar dari bandara. Mau naik taxi kok selain mahal, esensi travelling berasa kurang. Maka kami putuskan jalan kaki keluar bandara dan menanti tuk-tuk, alat transportasi seperti bajaj. Tak lama berjalan, seekor tuk-tuk (yaelaaa…seekor..emangnya ayam!!) menghampiri kami. Target kami hari ini adalah keliling kota dan ke North Bus Station untuk melanjutkan perjalanan malam ke Phonsavan. Nego tipis no Afgan no Rhoma (ga sadis dan ga terlalu –  kaskus bgt!) pun berlangsung sengit. Walau masih berasa agak mahal, kami terpaksa naik. Soalnya kami bener-bener ga tau mau ngapain di kota ini dan ada apa saja di kota ini. Kebetulan si abang tuk-tuk punya menu wisata dan modal sedikit bisa bahasa inggris. Tuk-tuknya masih bagus. Dengan setang ala Harley Davidson, Deru knalpot bak motor gede, Tuk-tuk biru ini membelah kota Vientiane. Perjalanan dari airpot ke pusat kota sekitar 20 menit. Karena satu Tuk-tuk berdua (kayanya harus terbiasa dengan harga traveling ala ‘honeymoon’ ini) maka harga sedikit mahal. Biaya 280 KIP utk per Tuktuk pun harus keluar dari kantong.
Berdasar paket yang ada, inilah tempat-tempat yang kami kunjungi :





Dari pusat kota ke North Bus Station, berarti balik lagi ke arah airport, sekitar 20 menit.

Hari sudah mejelang sore. Setelah putar-putar keliling kota ini, ada beberapa notes yang kami dapat.
·         Jalanan Lao Berdebu karena suhu gurun dan tanah berpasir. Sedia masker atau tissue.
·         Mobil setir kiri, jadi harus terbiasa kalo nyebrang jalan atau naik sepeda
·         Gedung bertingkat masih jarang, jadi ga perlu mendongak ke atas sewaktu jalan-jalan
·         No bikini No topless.
·         Banyak anjing berkeliaran. Dan entah kenapa selalu ngikuitin gue…
·         Ga macet karena masih sedikit kendaraan. Produsen terbesar dari Korea.
·         Don’t eat Papaya salad. It’s super duper spicy!! Makanan yang aman : Pho ayam dan nasi goreng. Ada yang unik dari botol air mineralnya: seperti botol aki kalo di indonesia ...!!
·         Wanita Lao terlihat anggun karena sebagian besar berambut panjang dan memakai rok panjang hitam polos dengan corak khas Lao yang ada di ujung bawah roknya.
·         Biksu Lao ternyata udah modern. Udah punya Handphone, kamera, dan agak narsis foto-fotoan di kuil J
·         Bus station boleh bersih, tapi bus umum antar kota terbatas dan sudah dikelola terminalnya. Jadi belilah tiket sebelumnya.
Setelah berembug, akhirnya kami memutuskan meninggalkan Vientiane untuk menuju Phonsavan dengan AC bus pukul 16.00. biaya 110 ribu KIP per orang. Dan sinilah petalangan dimulai…

Facts on Travel with public AC Bus Vientaiane – Phonosavan :
·         AC bus bukanlah VIP bus. Jadi orang-orang bawa dagangan banyak banget ampe bus ini full luar dalam. Untungnya masih dapat tempat duduk. Ada juga yang duduk di tengah pake bangku plastik
·         AC bus sering berhenti setiap ada penumpang, ada yang mau kencing atau sekedar jajan
·         Bus berhenti untuk dinner di tengah perjalanan pukul 2 dinihari!
·         Waktu berhenti di pom bensin, tiba-tiba pada keluar…tapi bukan ke arah toilet, melainkan mencari kegelapan untuk kencing berjamaah… buset dahhh..!!
·         Jalanan antar kota Laos liar banget! Debu pasir berterbangan setiap kendaraan lewat, tanpa lampu jalanan, tebing di kanan kiri tanpa pembatas, aspal tertutup tanah longsor, bahkan sebagian belum teraspal…
·         14 jam duduk tegak dengan kursi yang agak keras
·         Walaupun begitu, kami masih bisa tidur kok… walau diiringi lagu Lao berirama syahdu yang  disetel kenceng2…

DAY 2 - PHONSAVAN
Pukul 5 dinihari. Setelah 14 jam perjalanan, tibalah kami di Phonsavan Bus Station. Para Supir Tuktuk segera menghampiri kami. Seperti biasa, tawar menawar pun dimulai. Suhu udara mungkin sekitar 20 derajat celcius. Tapi angin serasa dingin karena kami tak membawa jaket.
Sekitar 15 menit, Guest House Sengtavan yang terletak di pertigaan jantung kota Phonsavan. Pemilik penginapan masih tertidur, dan kami pun terpaksa membangunkannya. Badan cukup lelah, tapi penginapan seharga 60 ribu kip ini cukup membuat kami sedikit relax, walo tak bisa lama…
Pukul 9 pagi, kami turun dari kamar kami yang ada di lantai 2. Phonsvan ini kotanya lebih kecil dari Vientiane. Jalan rayanya tergolong lebar. Dan tetap berdebu. Untungnya, hanya sedikit mobil yang lalu lalang. Udara kota kecil ini cukup sejuk, karena memang berada di dataran tinggi.
Nyonya pemilik penginapan dengan ramahnya menyapa kami, walau kami tak tahu apa yang sedang dibicarakannya. Untung suaminya bisa sedikit berbahasa Inggris. Selain penginapan, beliau juga membuka usaha restaurant kecil. Mungkin tergolong besar juga di Phonsavan. Di rak-rak dinding, tersaji botol-botol minuman sejenis arak dan tuak berisi ramuan-ramuan khas Lao. Ada yang berukuran besar, setelah gue dekati, alangkah kagetnya karena arak tersebut berisi kaki beruang. Foto-foto yang terpampang di dinding menunjukkan kalo Bapak pemilik penginapan ini adalah mantan pejabat penting di Laos. Atribut komunis, potongan berita, piagam, dan foto-foto lengkap di dinding kayunya.
Sarapan pagi telah menanti. Roti ala perancis dan dua telur mata sapi bikinan Fenta, gadis manis berparas vietkong anak ke 3 si Pemilik penginapan yang nantinya juga bertugas menjadi guide kami. Bahasa Inggrisnya cukup lumayan sehingga kami banyak ngobrol dengan gadis yang sedang libur kuliah ini.


Tujuan kami hari ini adalah Plain of Jars. Plain of Jars adalah sebuah misteri yang tersembunyi di Phonsavan. Rangkaian ratusan bahkan ribuan guci-guci raksasa dari batu tergeletak begitu saja di tanah lapang. Entah darimana asalnya, Laotian (orang Laos) juga tak pernah tahu. Legendanya, dulunya guci-guci ini adalah alat untuk membuat arak bagi para raksasa. Tapi menurut penelitian, dengan ditemukannya tengkorak dan kerangka manusia, ada kemungkinan guci ini sebagai tempat penguburan jenazah orang-orang jaman dahulu. Namun sayang, Amerika telah membuat tempat ini sebagai target pengeboman massal di perang dunia kedua, sehingga situs ini banyak yang hancur. Bahkan, area ini dahulu pernah dinyatakan sebagai daerah yang berbahaya karena masih banyak bom aktif yang tertimbun di tanah.
Tour Phonsavan pun dimulai. Dengan mengendarai mobil sedan milik penginapan, kami diantar ke kawasan Plain of Jars. Biaya tour 150.000 kip per orang, private. Gadis lincah berkuncir kuda ini pun siap memandu kami ke daerah berbahaya ini…



Kami tak mau berlama-lama di kota ini. Tujuan kami selanjutnya adalah kota Luang Prabang, yang termasuk daftar World herritage nya UNESCO. Terpaksa kami sewa minibus Cuma buat berdua. Gileee…minibus AC segedhe ini cuma buat berdua ! ongkos perjalanan, 250 ribu KIP per orang. Perjalanan dimulai pukul satu siang. Namun makan siang ala Phonsavan tak boleh dilewatkan. Nasi ketan, ayam asam manis, sapi lada hitam yang dibumbui khas Lao pun kami pesan untuk disantap.
Facts on Travel with public AC minibus Phonsavan - Luang Prabang :
·         Miinibus ini ternyata gede juga, kalo di Indonesia semacam ELF 15 seat
·         Jalanan berpasir dan berdebu selama 9 jam
·         AC hanya dinyalakan sebentar, karena memang udara luar masih sejuk
·         Sempat ada perbaikan jalan, selama 15 menit minibus kami berhenti
·         Sunset yang Indah, pemandangan perbukitan, bunga dan rumput ilalang yang tinggi, rumah adat yang unik  menemani selama  perjalanan
·         Driver yang baik, waktu jam puilang sekolah, tiap ada anak-anak sekolah  yang rumahnya jauh ditawarin naik tanpa upah sepeser pun. Cuma dapat “Kwap cai …” (terimakasih-bahasa Lao)

Kami tiba di Luang Prabang pukul 10 malam. Karena out of plan, kami terpaksa milih guesthouse via telpon. Di Luang Prabang penginapan memang banyak, namun sering penuh di weekend seperti ini. Thouvasouk guesthouse, penginapan 60 ribu kip yang terletak di kawasan old town, tepat di tengah kota Luang Prabang, untungnya masih memiliki kamar kosong. Kuliner malam ala Luang Prabang pun memulihkan energi kami setelah perjalanan jauh...

DAY 3 – LUANG PRABANG
Pagi yang sejuk menyambut kami di Luang Prabang. Jalanan masih sepi di kota ini. Hanya ada beberapa tuktuk dan pejalan kaki. Para biksu mencari sumbangsih warga pun turut menghias pemandangan unik di pagi ini. Kami pun sudah memulai aktivitas, karena harus pindah penginapan. Penginapan selanjutnya adalah Philaylack guesthouse. Penginapan yang berlokasi dekat dengan night market ini memiliki gaya kamar beronamen kayu khas Lao. Kami sudah memesan terlebih dahulu via agoda dengan harga diskon 150 ribu kip. Penginapan ini juga makin lengkap karena memiliki agent tiket dan tour. 

Kami pun sepakat memilih untuk tour ke Pak Ou cave dan Kwang si waterfall. Lagi-lagi private naik tuk-tuk per orang 150 ribu kip. Jalanan menuju Pak ou dan  Kwangsi berlawanan arah. Tujuan pertama kami adalah Pak Ou Cave, Goa di batuan Karst yang digunakan untuk menyembah Buddha. Menuju ke lokasi ini dibutuhkan waktu sekitar satu jam atau sekitar 20 km. Sedangkan untuk menuju Kwangsi waterfall, air terjun nan eksotis, dibutuhkan waktu dua jam dari Pak Ou Cave dengan melewati pusat kota lagi.   
Oleh-oleh khas Pak Ou cave : selendang, taplak meja, atau kain-kain sulam dengan motif.
Jajanan khas Pak Ou cave : rumput laut wijen dan dibumbu khas Luang Prabang
Oleh-oleh khas Kwangsi waterfall : Kaos, kerajinan rotan, bambu dan kayu
Jajanan khas Kwangsi waterfall : Fish grill, chicken grill, pork grill, pancake, steam egg
Dan inilah foto-foto kami selama perjalanan ke dua lokasi eksotis ini.







Malam di Luang Prabang pun cukup rame. Turis-turis asing memadati jalanan menuju night market. Night market Luang Prabang tergolong bersih dan rapi. Karena sudah lapar, kami makan dulu di gang kecil yang berlokasi di night market itu. Dengan 10 ribu kip, kami boleh memilih makanan sesukanya dalam satu piring. Ada berbagai macam mie, sayur, dan buah. Untuk tambahan lauknya berupa ayam, ikan, telur, atau pork sekitar 10-15 ribu kip. Tak lupa kami mencicipi jajanan lokal seperti kue, keripik, siomay, atau apalah itu namanya. Soalnya si penjual jarang ada yang bisa bahasa inggris...hehe...



DAY 4 – LUANG PRABANG
Hari kedua di Luang prabang kami isi dengan jalan-jalan menuju spot-spot kuil yang ada di Luang Prabang. Dan agar ngga nyasar, kami mampir ke tourist information center yang terletak di dekat night market. Walaupun kantornya ternyata tutup karena weekend, kita bisa foto dan pelajari peta kota tersebut. Luang Prabang ini seperti kota kecil, jadi kita bisa berjalan-jalan dengan nyaman mengelilingi kota ini. Apalagi udara kota cukup sejuk dan nyaris tanpa polusi. Sebenarnya bisa juga dengan bersepeda atau naik tuktuk yang ditujukan khusus untuk wisatawan, namun kami lebih memilih jalan kaki saja menikmati kota ini lebih dekat. Dan inilah jejak langkah kami bekeliling kota:






Malam harinya, kami pun bersiap menempuh perjalanan panjang menuju Vientiane. Ongkos bus VIP 140 ribu kip per orang via agen tiket bus yang berada di dekat night market.


Facts on Travel with Public VIP Bus Phonsavan - Luang Prabang :
·         Yesss... 13 jam perjalanan sepeti yang diperkirakan sebelumnya
·         Jalanan masih sama, menembus debu dan pasir
·         Bus tidak berhenti sembarangan di jalanan untuk menaikkan dan menurunkan penumpang. Hanya berhenti untuk makan malam dan menurunkan penumpang di Vang Vieng
·         Karena udah persiapan bawa bekal, jadi tidak kelaperan dan kehausan. Dan nyatanya, memang benar jam 1 dinihari basru berhenti untuk dinner. Kalo VIP bus dapet tiket makan gratis..Lumayannn...

DAY 5 – VIENTIANE
Jam 8 pagi, kami diturunkan supir tuktuk di pengkham road. Harusnya penginapan ada di sekitar sini. Tapi mana yaaa...?? ehhh... ternyata salah jalan. Untungnya ada orang yang baik hati menujukkan letak hotel ini. Baru nyadar, nama hotel yang kami pesan emang ga masuk akal : ihouse – new hotel. Nama macam mana pula itu..?? Untung fasilitas hotel yang diberikan cukup nyaman dengan harga agoda 250 ribu kip.
Kami memiliki cukup waktu untuk kambali berkeliling kota Vientiane. Target utama adalah Buddha Park yang berada sekitar 30 km di luar kota Vientiane. Supir Tuktuk pun menjadi sasaran tawar menawar kami. Untuk berdua, dia minta 200 ribu kip. Langsung tancap gas, Bangggg...
 Sekitar dua jam baru kami nyampe...puffhhh... jalanan parah tanpa aspal, debu di mana-mana, pantat pegel... Tapi liat donk Buddha Park berikut ini : mantap bung!



Dari Buddha park ini kami juga sempatkan diri keliling kota Vientiane dengan jalan kaki. Ternyata kkota ini kecil juga dan cukup nyaman untuk berjalan kaki. Apalagi ada tempat nongkrong yang terletak di pinggir sungai mekong ini cukup rame untuk aktivitas olah raga, jalan kaki atau sekedar mencicipi jajanan lokal.







Malam terakhir di vientiane. Bakal kangen ama nasi ketan, kecantikan gadis Lao, petualangan “merah” dan berdebu...
Setelah makan malam yang cukup nikmat di samping tugu batu hitam Ben Tath, kami pun memulihkan pegal di badan kami dengan merasakan yang namanya Lao Traditional Massage... (yang ini harus coba, mirip thai massage, namun ada ciri khas pijatan yang lain...)

DAY 5 – KUALA LUMPUR
Pagi hari, jam 8 pagi sudah harus bersiap menuju Kuala Lumpur lagi...
Pesawat Air asia membawa kami ke LCCT airport. Tune Hotel yang sudah dipesan manjadi tempat persinggahan kami, karena kami harus berangkat menuju Jakrta di pagi hari dan langsung kerja...buset dahhh...
Namun bukan Traveler sejati jika hanya menghabiskan waktu di hotel. Seakan kaki ini tidak mau diam sejenak, kami pun keluar dari hotel dan berkeliling ke Twin tower Petronas dan kuliner di bukit bintang...


#22-28 Februari 2012#

 Total trip cost = USD 400 (include flight)



You Might Also Like

0 comments