JALAN BERDUA SERIES : PULAU LOMBOK

8:41:00 PM

Kenapa pulau ini dinamakan Lombok padahal bentuk pulaunya jauh dari bentuk cabe?

Itulah yang menjadi tanda tanya dan rasa penasaran saya selama di pulau ini. Dan jawabannya akan muncul setelah kita mencicipi plencing kangkung dan ayam bakar taliwang nya. Puedessss...!!!

DAY 1

Dari Padang Bay Bali, melalui penyeberangan Bali-Lombok menggunakan kapal feri selama 3 jam yang bertarif 30 ribuan per orang, kami pun mendarat dengan selamat di pulau ini. Pulau yang relative lebih sepi daripada Bali ini memiliki adat-istiadat yang hamper sama dengan Bali. Hanya saja, mayoritas penduduknya Islam. Jadi hanya sedikit pura yang kami temui di sini. Salah satunya yang besar adalah Pura Mayura. Dipandu driver sekaligus guide kami, Pak Trisna (0821 4691 7739 / 0878 6584 8434), kami dijelaskan mengenai sejarah dan seluk beluk pura yang memiliki kolam yang luas ini.

Taman Mayura
Menuju ke sisi keramaian kota di Senggigi, kami dimampirkan ke rumah makan yang katanya memiliki menu ayam taliwang yang enak. Dan benar saja, ayam bakar taliwang, plencing kangkung, dan sop balung alias sop tulang ini memiliki rasa yang sangat khas : Pedas!

Setelah makan siang, petualangan kami berlanjut ke Pura Karang Bolong. Pura di tepi pantai ini memiliki sesuatu yang unik : karang bolong.
Pura Karang Bolong

Tak jauh dari pura ini, masih berada di jalan menuju Senggigi, kami disuguhkan pemandangan laut yang luar biasa. Jalan raya di atas bukit membuat wisatawan dapat melihat pemandangan laut dari atas. Spot yang paling indah berada di belokan yang bernama Bukit Malimbu. Dari spot ini kita bisa memandangi pemandangan laut dari atas beserta Gili-gili (Pulau) yang berada tak jauh dari pantainya. Dari spot ini pula kita dapat menikmati sore sambil makan ikan bakar, jagung bakar atau sekedar menenggak air kelapa muda.
Bukit Malimbu



Berbeda dengan persiapan ke Lombok, saya tidak memesan terlebih dulu hotel di Lombok. Dan tak disangka, ternyata hotel di Lombok cukup mahal dan terbatas, apalagi saat weekend. Tapi Alhamdulillah, kami bisa mendapatkan resort Dharmarie, resort yang kecil, namun cukup nyaman, dan berada di tepi pantai Senggigi. Sayangnya, kami hanya bisa berada di resort ini sehari, karena esoknya sudah full booked.

Dharmarie Resort
Pantai Senggigi depan Dharmarie resort
Suasana malam Senggigi
 


Pasir pantai Senggigi ternyata tak cukup bagus karena warnanya bukanlah putih, melainkan hitam. Namun sunsetnya bisa dibilang cukup menawan dan sangat sayang untuk dilewatkan.

Malam di Senggigi tak beda dengan malam di Bali. Hanya saja, di sini lebih tradisional. Untuk berkeliling area Senggigi, kita bisa menyewa mobil atau menggunakan Cidomo, alat transportasi daerah semacam bendi dengan kuda sebagai penariknya.

DAY 2

Tujuan utama di hari kedua ini adalah Pink Beach atau penduduk lokal menyebutnya sebagai Pantai Tangsi. Sebelum menuju ke Pink beach, kami mampir sejenak ke Pura Lingsar. Kawasan Pura ini cukup besar dengan kolam-kolam yang banyak. Konon, kolam-kolam ini terhubung satu sama lain. Legendanya, di kolam ini hidup ikan yang oleh masyarakat sekitar sebagai ikan Tune. Dan pengunjung harus membeli telur asin untuk memancing ikan ini keluar dari persembunyiannya. Orang yang bisa melihat ikan ini dipercaya keinginannya bisa terkabul.

Dan dengan bermodalkan 3 telur asin, saya pun penasaran melihat ikan tersebut. Sang pawang menyebar telur-telur tersebut ke semua kolam, dan untungnya, ikan tersebut akhirnya muncul walau hanya mengeluarkan kepalanya untuk memakan telur tersebut.
Ada juga kepercayaan melempar koin di kolam. Barangsiapa yang bisa melempar koin dengan cara membelakangi kolam, dan koin itu masuk ke dalam dasar kolam, niscaya keinginannya bakal terkabul. Percaya atau tidak? Terserah anda… :)

Uniknya, di kawasan pura ini terdapat pula tempat yang dinamakan Lingsar, yaitu tempat beribadah orang Islam. Bahkan katanya, kawasan pura ini sering dipakai untuk keperluan ibadah semua umat beragama, tergantung kebutuhan.
Gerbang depan Pura Lingsar
Melempar koin ke kolam
Mushola untuk sholat di dalam pura
Mencari ikan tune
Kolam di kawasan Pura

Yup, ternyata tak perlu jauh-jauh ke Pulau Komodo, dari cerita teman-teman backpacker, ternyata di Pulau Lombok ini ada juga Pink Beach. Untungnya, Pak Trisna, driver kami juga punya hobby menjelajah pulau ini. Berhubung dia juga pendatang (aslinya dari Sunda), dia pun tanya kesana kemari tentang keberadaan pantai yang sedang ramai dibicarakan para backpacker ini. Letaknya ternyata tak jauh dari kawasan Tanjung Ringgit. Sekitar 2,5 jam dari Senggigi ke arah kecamatan Jerowaru. Setelah melewati jalan yang berdebu dan rusak, hutan yang kering karena panas (seperti pemandangan di Gunung Kidul, Yogyakarta), akhirnya papan petunjuk arah ‘seadanya’ ke Pink Beach ini pun muncul. Jalan yang curam dan berpasir inilah yang kata-teman teman sangat disarankan menggunakan mobil 4WD untuk menuju ke pantai ini. Untungnya Mobil APV kami masih kuat untuk menempuh jalur tersebut.
Trek berpasir dan kering menuju Pink Beach


Ada satu warung yang menjual minuman dan makanan jika diperlukan. Entah apa jadinya jika warung ini tutup. Tidak ada penginapan sama sekali. Tidak ada rumah penduduk. Hanya suara ombak berpadu dengan angin laut.

Ada beberapa pemuda dan pemudi yang juga sedang mengunjungi pantai ini. Pantainya berpasir putih. Bukan pink. Sedikit kecewa, karena tidak sesuai dengan perkiraan saya. Dari penelusuran saya, ternyata memang pasirnya berwarna sedikit pink karena dulunya terumbu karang yang berwarna merah banyak diledakkan oleh para nelayan untuk mencari ikan. Namun sekarang hal itu sudah dilarang. Karena itulah serpihan-serpihan terumbu karang tersebut membuat pantai ini sedikit berwarna pink. Sepengetahuna saya, jumlah pantai pink di Indonesia bisa dihitung dengan jari. Lombok ini adalah salah satunya.
One word : Heaven!

Kekecewaan berujung pada kepuasan, ketika salah satu nelayan menawarkan ke pulau seberang. Pulau Segui namanya. Dengan upah seratus ribu, dia mengantarkan kami berdua ke pulau kosong, menunggu kami bermain di sana, dan mengantarkan balik ke pink beach. Perjalanan menuju Pink beach sekitar setengah jam menggunakan perahu motor. Laut yang berwarna biru bening sungguh sangat menggiurkan. Membuat saya ingin langsung nyebur. Dan benar saja, ketika tiba di Pulau Segui, senang bukan kepalang hati kami. Subhanallah, Pantai ini benar-benar pink! Dan yang berada di sini hanya kami berdua! Perfect! Inilah yang disebut Hidden Paradise. Benar-benar mengingatkanku akan keindahan segara anakan di Pulau Sempu. Terik mentari pun tak kami hiraukan. Kulit menghitam adalah pengorbanan. Pulau ini membawa kebahagiaan. Apalagi ombaknya benar-benar bersahabat untuk kami sehingga bisa berenang menjelajahi perairan ini.

Dua jam tak terasa kami pun harus meninggalkan pulau ini. Benar-benar petualangan yang sangat indah yang tak akan saya lupakan seumur hidup saya. Bahkan menurut saya, inilah pulau dengan pantai terbaik di Indonesia.

Dalam perjalanan pulang dari pulau Segui, si bapak Nelayan menyinggahkan kami ke Pulau kosong lagi, dia sebut itu sebagai Pulau Karang Bolong. Yup, sekali lagi, sesuai namanya, ada karang bolong. Hehehe… Tapi ada yang istimewa di sini, ada pertemuan dua ombak di mana kita bisa berdiri di antaranya!

Pulau Karang Bolong

Sepulang dari Pink beach, kami pun mencicipi Sate Rembiga yang sampai sekarang saya masih kangen akan rasa manis dan pedasnya. Sate yang terbuat dari sate sapi ini sangat empuk dan bumbunya manis dan pedas. Cocoknya, makan menggunakan ketupat. Entah berapa tusuk dan berapa ketupat yang saya habiskan siang itu. Entah karena lapar atau memang satenya yang mantap…

Tak lupa kami borong oleh-oleh khas Mataram berupa mutiara Lombok, sarung tenun, dan kaos. Makanan-makanan khasnya pun cukup menarik untuk dibeli seperti manisan rumput laut atau susu kuda liar.

Malamnya, akhirnya kami berpindah hotel ke Bukit Senggigi. Hotelnya sih lumayan bagus, tapi konturnya yang berada di sisi bukit membuat kami lelah untuk menaiki anak tangganya. Tak apalah untuk menginap satu malam..

DAY 3

We’re going to 3 Gili. Di sinilah pusatnya bule-bule. Dan yang pasti, komersil!

Diantar Pak Trisna ke pelabuhan Bangsal melewati hutan Pusuk, kami menemui pemandangan hutan yang hijau dan sejuk. Masih banyak satwa liar seperti monyet-monyet di pinggir jalan. Di hutan ini pula, saya menemui minuman legen yang berasal dari pohon aren. Minuman manis ini memang menjadi favorit saya ketika melewati hutan-hutan seperti ini.

Di Pelabuhan Bangsal, parkiran mobil masih berada jauh dari dermaga. Dari tempat parker tersebut, kami harus menggunakan cidomo atau berjalan kaki sejauh 2 kilometer. Pilih mana??

Tempat pembelian tiket penyeberangan ternyata sedikit ruwet. Tidak mengenal antri dan tempatnya cukup kecil. Apalagi di weekend seperti ini para wisatawan banyak yang menuju ke Gili Trawangan.

Setelah tiket yang tergolong cukup murah (sekitar 10 ribu) ada di tangan, kami pun menyeberang dengan menggunakan perahu berkapasitas 50 orang. Sekitar setengah jam, sampailah kami ke Gili Trawangan. Pulau dengan pantai berpasir putih dan kafe-kafe yang dipenuhi wisatawan. Orang bilang, inilah Bali –nya Lombok. Jadi jangan harap bisa membeli sesuatu dengan harga murah di sini. Saya sudah coba, dari kelas warteg sampai kafe harganya relative mahal. Penginapan kami kali ini adalah Lumbung Cottage. Resort ini berada tak jauh dari dermaga. Cukup 10 menit jalan kaki. Resort dengan rumah adat khas Lombok dengan fasilitas yang memadai dan pelayanannya cukup memuaskan. Namun belum juga nyampe ke tempat penginapan, kami diminta oleh penjemput kami menuju ke kapal snorkelling, karena kapal terakhir untuk snorkelling sudah akan berangkat. Tak pelak kami pun bergegas setengah berlari menuju meeting point. Untungnya kapal tersebut masih ada. Bersama pengunjung lain, kami berkeliling ke spot snorkelling lainnya : Gili Meno dan Gili Air. Ikan-ikan di sini masih cukup banyak dan beraneka ragam, namun sayang terumbu karangnya sudah rusak. Komunitas penyu hijau pun boleh dibilang masih terjaga di sini. Dan uniknya, ada beberapa spot surfing sekitar Gili Trawangan, namun butuh perjuangan untuk mencapainya, karena para surfer harus berenang ke lepas pantai untuk menempuh spot ini.
Gili Trawangan
Gili Air
Snorkeling di 3 Gili


Lumbung Cottage



Setelah lelah snorkelling, memang cocoknya makan seafood. Berbagai hidangan seafood ada di Gili Trawangan. Tinggal pilih: warung tenda atau Cafe. Karena istri tidak suka suasana kafe dengan dentuman musik yang kencang, kami memilih warung tenda dengan seafood yang lumayan lengkap. Untuk mengelilingi pulau ini kita bisa menyewqa sepeda, karena kendaraan bermotor dilarang masuk ke pulau ini.

DAY 4

Hari terakhir di Pulau Lombok. Pak Trisna sudah siap menjemput kami di pelabuhan Bangsal. Kami pun request untuk mampir ke Bukit Malimbu sejenak. Entah kenapa saya dan istri menganggap inilah spot terbaik Pulau Lombok. Damai banget rasanya di atas bukit Malimbu ini. Memandang lautan biru sambil menyeruput kelapa muda. Segar!
Bukit Malimbu (lagi)

Acara boyonghan perkawinan
Sore ini kami harus kembali ke Jakarta. Karena letak bandara berada di sisi selatan Pulau Lombok, sekitar 2 jam dari Senggigi, kami menyempatkan diri mampir ke Tanjung Aan yang juga berada tak jauh dari Pantai Kuta dan bandara. Pantai ini tak jauh dari Pantai Kuta Lombok. Di jalan, kami bertemu serombongan boyongan pengantin. Rame banget!
Berbeda dengan pantai Kuta Lombok juga yang sangat komersil, pantai ini tergolong sepi dan masih sangat bersih. Pasir putih, ombak kecil, laut biru kehijau-hijauan…kurang apa lagi?? Ayo nyeburr…




Tanjung Aan


Beralih ke pantai Kuta Lombok, ternyata pantai ini memiliki tekstur pasir yang cukup unik. Seperti merica. Butiran pasirnya benar-benar seperti merica. Unik!
Di pantai ini banyak bule yang mencari suasana sepi ataupun surfer yang mencari ombak selatan. penginapan dan fasilitas resto dan cafe cukup banyak di pinggiran pantai ini.

Pantai Kuta Lombok


Tekstur pasir pantai mirip merica

Puas menjelajah pantai selatan Lombok, akhirnya kami benar-banar harus meninggalkan Lombok dengan seribu kenangan…

Thank you Lombok! We Love Lombok...


Lombok we love you !

You Might Also Like

0 comments